Diamond Coklat Pasta ( 250 gr ) |
ANEKA VARIAN PRODUK DIAMOND
DI AMALIN STOCKIST
Untuk Pemesanan Hubungi
DI AMALIN STOCKIST
Untuk Pemesanan Hubungi
BULAF adalah produk Frozen Foods yang bebas 4P = Pewarna (Rodamin,Tartrazin), Penguat Rasa / Penyedap (MSG/MNG), Pengawet (Formalin,Na Bezoat,Metil p-Hidroksibenzoat) & Pengenyal (Borax) Bulaf juga mempunyai sertifikat halal (LIPPOM MUI : 00010054170310)sehingga aman,lezat serta nikmat dikonsumsi oleh anak-anak dan disukai oleh orang dewasa.DIAMOND adalah produsen & distributor makanan berkualitas yang sudah terkenal, bahkan produk DIAMOND menjadi sponsor resmi Master Chef Indonesia.
Diamond Coklat Pasta ( 250 gr ) |
Diketahui masyarakat ekonomi menengah banyak mengkomsumsi glutamat
eksogen berupa garam monosodium glutamat (lebih dikenal dengan vetsin)
sebagai penyedap makanan. Sebagian dari mereka sering mengeluh sakit
kepala (sefalgia) yang dikenal dengan “CHINESE RESTAURANT SYNDROME
“.
Mekanisme depolarisasi membran neuronal (saraf) dibawah pengaruh
glutamat sehingga terjadi permeabilitas terhadap ion Na, ion Ca dan air,
sehingga terjadi masuknya ion Ca ke sel (peningkatan ion Ca
intraseluler), merupakan fase awal dan fase lanjut kematian sel. (The
early and late phases of glutamate – like Neurotoxity). Mekanisme dipolarisasi ini juga meningkatkan aktifasi mekanisme homeostatik “ATP dependent“ yang menyebabkan energi cadangan neuron berkurang sehingga tidak dapat mempertahankan keseimbangan ion intraseluler dan ektraseluler, sehingga dapat menyebabkan awal kematian sel. Glutamat banyak terdapat pada protein makanan nabati dan dalam bentuk garam monosodium glutamat digunakan sebagai penyedap makanan (enhancing flavour). Konsentrasi glutamat pada jaringan otak sebesar 10 mm, sebagian besar di “Synaptic Vesicles“. Glutamat endogen ataupun berasal dari eksogen dalam konsentrasi besar merupakan neurotoxin untuk sistim saraf pusat dan ini telah dibuktikan secara histologi oleh Headley and Grillner 1990. Heathfield 1990, melaporkan pada penderita “Sporadic Motor Neuron Diseases“ ditemukan toleransi abnormal glutamat dan didapatkan peningkatan konsentrasi plasma glutamat dengan gejala: * Kelumpuhan kedua lengan dan atau kedua tungkai * Gangguan berjalan / sempoyongan * Gangguan miksi / urine * Kelainan cairan sumsum tulang belakang ( liquor ) * Reflek fisiologis meningkat * Pemeriksaan neurofisiologik didapatkan kelainan somato sensorik evoked potensial (SSEP). * Pemeriksaan computed tomogram ( CT ) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) adalah normal. Sejak tahun 1971, Olney telah melakukan penelitian pengaruh eksogen monosodium glutamat terhadap jaringan otak hypothalamus pada bayi tikus, bayi monyet, ditemukan proses pembengkakan (rapid swelling) dari sel body neuronal dan dendrit diikuti dengan perubahan degeneratif jaringan organel intraseluler dan khromatin nukleus. Pada tahun 1978, OLNEY mempublikasikan hal tersebut sebagai excitotoxic Hypothesis/ Neurotoxicity of Exogenous Glutamate. Schaumburg dkk 1969, mengobservasi pemakaian eksogen monosodium glutamat pada pemakan“Chinese Food†yang mengeluh sakit kepala disebut sebagai “CHINESE RESTAURANT SYNDROMEâ€Â, hal ini telah dibukukan dalam “ Wolff’s Headache“ tahun 2001. Walaupun demikian, tahun 1970, Morselli dkk melakukan double–blind trial dengan mengunakan 3 gram monosodium glutamat, tidak menemukan gejala klinis yang bermakna secara uji statistik dibandingkan dengan placebo. Plaitakis dkk 1982, meneliti pasien-pasien gangguan metabolisme enzim hati (deficiency of hepatic glutamate dehydrogenase) didapatkan peningkatan konsentrasi glutamat plasma yang sangat berhubungan dengan (endogenous glutamate metabolism) kematian sel saraf. Rothman dkk 1987,dan CHOI dkk 1990, mempublikasikan kerusakan jaringan otak kecil (serebellum ), batang otak (brainstem), sumsum tulang belakang (spinal cord) yang menyerupai seperti kerusakan pada penderita stroke (iskhemia) dan penderita seizure (kejang) yang relevan dengan pengaruh eksogen dan endogen glutamat. Fungsi otak kecil (serebellum) pada manusia adalah sebagai pusat keseimbangan tubuh, pusat koordinasi gerak dan pusat menjaga tonus otot. #Dr. Andreas Harry Sp.S (K), Consultant Neurologist di Jakarta Hanya lantaran tergila-gila pada rasa gurih dan lezat, bumbu sintetis selalu digandrungi. Seruan para ahli kesehatan selama seperempat abad ini seakan tidak pernah dipedulikan. Padahal, mereka tidak jemu mengingatkan ancaman bahan penyedap itu bagi kesehatan. Menurut penelitian terakhir dari para ahli farmakologi di Prancis, bumbu penyedap dari monosodium glutamat (MSG) bahkan dapat merusak kelenjar pankreas. Selanjutnya, kerusakan organ tubuh itu akan menggiring penderita menjadi pengidap kencing manis atau diabetes mellitus. Tim peneliti pada Pusat Farmakologi dan Endokrinologi itu bekerjasama dengan tim dari Laboratorium Farmakologi dan Farmakodinamik Loubatieres di Montpellier, Prancis. Mereka menemukan bahwa glutamat melakukan ikatan dengan reseptornya di dalam pankreas. Akibatnya, pankreas akan memproduksi insulin lebih banyak dari biasanya. Dengan dipacunya produksi insulin, otomatis perombakan kadar gula dalam darah mengalami peningkatan. “Itulah yang membuat glutamat bisa sebagai salah satu faktor penyebab diabetes,” kata Joel Bockaert, ketua tim penelitian gabungan itu. Dalam penelitian yang menggunakan beberapa tikus (mencit) itu mereka mengisolasi organ pankreas binatang percobaan tersebut ke dalam tabung pembiak. Pankreas itu kemudian dibubuhi larutan glutamat yang diberikan secara invitro, atau di luar tubuh. Biakan pankreas tadi disimpan di tabung inkubator. Dari hasil penelitian itu, ternyata pankreas yang mendapat perlakuan dengan glutamat mengeluarkan insulin lebih banyak dibandingkan dengan biakan pankreas yang tanpa glutamat. Inilah yang membuat kelenjar pankreas makin lama mengalami kerusakan. Dalam keadaan normal, peningkatan insulin berkaitan erat dengan melonjaknya kadar gula dalam darah. Gula yang berlebih itu, dengan bantuan insulin, akan dirombak menjadi energi yang kemudian disimpan dalam jaringan tubuh seperti otot, jaringan lemak, dan hati. Peneliti tersebut menemukan bahwa efek dari glutamat itu lebih nyata bila dibarengi tingginya kadar gula. Namun, dalam kadar gula yang rendah pun, pengeluaran insulin masih terus berlangsung jika kelebihan glutamat. Artinya, insulin yang dihasilkan itu berasal dari gertakan glutamat tadi. Sandor Erdo, ahli reseptor sel berkebangsaan Hungaria yang kini bermukim di Swedia, antara lain telah menelaah reseptor glutamat pada pankreas, kelenjar adrenal, dan hati. Menurut dia, tidak otomatis glutamat menimbulkan masalah kesehatan. Untuk sampai menimbulkan gejala klinis, di samping dosisnya harus tinggi, juga kondisi tubuh ikut berperan. Para peneliti yang mengidentifikasi reseptor glutamat itu kini memperjelas temuan ahli neurologi yang telah mencatat sekurangnya tiga subtipe reseptor glutamat dalam susunan saraf pusat. Guna mengantarkan transmisi pesan ke dalam otak, glutamat memang diperlukan. Hanya, dalam jumlah yang berlebihan, bahan kimia itu akan berubah menjadi racun yang akan membunuh sel saraf. Akibatnya, penderitanya sering pusing-pusing. Ini akibat adanya kematian sel saraf dan proses degeneratif. Dalam kondisi biasa glutamat dibutuhkan karena bagian dari molekulnya, yakni asam glutamat, adalah asam amino bahan pembentuk protein dalam tubuh. Prof. Arne Schousboe, ahli peneliti di Sekolah Tinggi Farmasi di Kopenhagen, Denmark, menyambut baik hasil temuan sejawatnya itu. “Temuan itu menarik, karena pankreas tidak punya sistem penangkal seperti yang terdapat pada otak. Karena, glutamat yang diduga berbahaya pada otak selama ini bisa dihadang,” katanya. Penelitian di Prancis itu, menurut Prof. F.G. Winarno, baru absah bila telah mendapat persetujuan dari JECFA (Joint Expert Committees on Food Additives), yaitu lembaga yang dibentuk WHO dan FAO yang khusus menangani masalah keamanan bahan makanan tambahan kimiawi. Tampaknya, hasil penelitian di Prancis itu belum tiba ke meja JECFA. “Di dunia ini sudah ratusan penelitian mengenai kontroversi MSG,” kata guru besar ilmu pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kepada Taufik Alwie. Apa untung-rugi mengonsumsi MSG? Menurut bekas Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB itu, selama dalam takaran normal menambahkan vetsin dalam masakan tak akan merugikan kesehatan tubuh. “Malah akan membangkitkan cita rasa masakan dan menambah selera makan,” ujar Winarno. Sementara itu, nikmatnya cita rasa makanan itu agaknya bisa membuat para konsumennya melupakan takaran MSG yang dituangkan. Apalagi gejala klinis yang ditimbulkan tidak dapat dideteksi. Maka, tak mustahil kadar rendah MSG yang dikonsumsi makin lama menumpuk dalam tubuh. “MSG akan mengancam tubuh jika dituangkan dalam makanan dengan dosis tinggi. Tindakan itu malah membuat masakan tidak lagi lezat,” kata Schousboe. Mengenai MSG ini, Prof. Iwan Darmansyah masih belum sepakat kalau MSG dikatakan aman. “Sebelum ada studi yang tuntas, saya tak setuju kalau dikatakan MSG tidak punya efek samping,” kata farmakolog dari Universitas Indonesia itu kepada Indrawan. Memang belum ada data secara klinis korban pemakai bumbu masak itu. Ketika seseorang mengunyah makanan, ia akan merasakan ada perbedaan antara makanan yang banyak dituangi vetsin dan yang sedikit mengandung bumbu masak itu. “Dan apakah ia bisa segera merasakan dampak MSG dalam tubuhnya?” tanya Iwan Darmansyah. Ini yang tak segera terjawab. fn/sc/tm/suaramedia.com |
Pemusnahan daging sapi , ayam,produk makanan serta produk yang mengandung Boraks & Formalin
TEMPO.CO , Bandung
: Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat, Umar Salim,
mengungkapkan sidang ijtimak para ulama menyepakati penerbitan fatwa
haram untuk formalin, boraks, dan rodamin yang dipergunakan dalam
makanan. ”Sudah pasti (diterbitkan) karena sudah diputuskan,” katanya di
Bandung, Kamis, 26 Juli 2012.
Dia menuturkan penerbitan fatwa haram itu diputuskan dalam sidang Ijtimak Ulama Nasional IV di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada 29 Juni hingga 2 Juli 2012 lalu yang dibuka Wakil Presiden Boediono. Pertemuan itu sengaja digelar oleh MUI dengan mengumpulkan semua perwakilan Komisi Fatwa dari seluruh Indonesia. Dalam pembahasannya, MUI sengaja menghadirkan dua dokter ahli untuk berbicara mengenai bahaya mencampurkan formalin, boraks, dan rodamin dalam makanan bagi tubuh manusia. Di depan para ulama dalam sidang ijtimak itu, dua dokter itu sempat berseberangan pendapat soal perlu-tidaknya pelarangannya dikukuhkan dalam bentuk fatwa haram. Umar mengatakan, kendati demikian, para ulama dalam sidang itu menyepakati untuk menerbitkan fatwa haram soal itu. ”Semua sepakat, tidak ada dissenting opinion, tidak ada. Sepakat semuanya,” kata dia. Hanya, dalam pembahasannya sempat berdebat panjang soal redaksinya karena khawatir publik akan salah mengartikannya. ”Waktu sidang berdebat panjang masalah redaksi, dan kesimpulannya itu dibawa ke MUI pusat, diedit di MUI pusat, dan akan dikeluarkan MUI pusat,” kata dia. ”Insya Allah, Agustus sudah keluar.” Menurut Umar, tujuan penerbitan fatwa itu untuk menjaga umat Islam dari penyalahgunaan bahan itu agar tidak dicampurkan dalam makanan. ”Supaya sesuai dengan ayat Al-Quran, makan yang halal dan toyib. Halal artinya memang boleh, toyib artinya bermanfaat bagi tubuh,” kata dia. Dia menuturkan sejumlah pertimbangannya. Di antaranya tiga zat itu bukan bahan makanan, sehingga tidak boleh dicampur dengan bahan makanan. Umar mencontohkan zat formalin diperuntukkan mengawetkan jenazah, bukan untuk campuran makanan. Umar mengakui, dalam sejarah penerbitan fatwa haram oleh MUI, baru tiga zat berbahaya ini yang dikukuhkan dalam fatwa haram. ”Hanya di Indonesia yang menggunakan formalin dan boraks untuk (dicampurkan dalam) makanannya,” kata dia. ”Lebih baik dinyatakan haram.” Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI Jawa Barat Oo Supriana mengungkapkan formalin dan boraks yang paling sering ditemukan dalam pengujian makanan untuk mendapatkan sertifikasi Halal dari MUI. ”Dua zat itu dikatakan haram, tapi belum difatwakan,” katanya. Menurut Supriana, pemakaian zat itu, saat fatwa haram terbit nanti, bisa menyebabkan makanan itu batal mengantongi sertifikasi Halal yang diterbitkan MUI. ”Saya kira untuk zat kimia lainnya belum, baru formalin dan boraks saja,” kata dia. |
LIPPOM MUI : 00010054170310 |